BAB
II
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa
ini korupsi sering menjadi pokok pembicaraan di setiap forum karena negara kita
sudah menyandang predikat terkorup ketiga sedunia. Dengan adanya kasus itu,
banyak pengajuan-pengajuan mengenai hukuman yang pantas bagi tindak pidana korupsi, dimaksudkan supaya
tindak pidana tersebut tidak terulang kembali. Perundang-undangan mengenai
tindak pidana korupsi sudah di anggap remeh oleh sekelompok orang yang
melakukan tindak pidana tersebut.
Dan
diantara pengajuan hukuman yang pantas dan sesuai untuk tindak pidana ini salah
satunya adalah pidana mati.
Menurutnya korupsi sudah termasuk tindakan yang sangat kelewat batas. Selain
merugikan banyak kalangan, tindakan korupsi juga termasuk bagian dari tindakan
menentang Syariat Agama Islam. Sehingga tindakan ini dikaitkan dengan firman
Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 33-34.
Dari
adanya semua kasus di atas, penyusun makalah akan mencoba memaparkan apa itu
korupsi, dan apa kaitanya tindakan korupsi itu dengan ayat yang tadi disebutkan
di atas. Semoga pemaparan penyusun makalah bisa di terima oleh pembaca semua.
Kritik dan saran dari pembaca penyusun terima dengan senang hati.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa
itu korupsi?
b. Hukuman
untuk tindak pidana korupsi menurut perundang-undangan indonesia?
c. Hukuman
untuk tindak pidana korupsi menurut hukum islam?
d. Pantaskah
hukuman mati dijatuhkan pada koruptor?
C. Tujuan
Penulisan
a. Memenuhi
tugas mata kuliah Ayat al Ahkam
b. Mengetahui
apa itu korupsi
c. Hukuman
apa yang sekiranya pantas dijatuhkan bagi pelaku korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
PIDANA
MATI BAGI PELAKU KORUPSI
A. Korupsi
Korupsi bahasa Latin:
corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Islam
membagi istilah Korupsi dalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah
(pencurian), al gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan). bahwasanya korupsi
dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan yang tercela dan
pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik, dzalim, fasik dan
kafir, serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya (selain had dan
ta’zir) adalah neraka jahannam. Rumusan
korupsi menurut perundang- undangan ini ada dua yaitu, tiap perbuatan yang
dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan
orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak
langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Kedua, Tiap perbuatan
yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu
badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan
mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan
kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan
material baginya.
B.
Efektifkah Pidana Mati Bagi Koruptor Republik Indonesia?
Allah berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا
أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ
الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (٣٣)
إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا
عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣٤)
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka
bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar; kecuali orang-orang yang taubat (di antara
mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: 05: 33-34)
Tujuan Penerapan Hukuman Pidana (Sanksi) Bagi Pelaku:
Allah berfirman:
ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي
الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”
Yaitu, hukuman pidana (sanksi) yang diberikan kepada
pelaku kriminal tersebut, untuk menghinakan tindak kejahatannya di dunia, agar
supaya jera dan taubat nasuha, serta berjanji tidak melakukannya lagi. Dan yang
paling penting adalah mencegah orang lain berbuat serupa, karena siksa Allah
akan diperoleh lebih besar di akhirat.
Hukuman Pidana (sanksi) Tertinggi:
Allah berfirman:
أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا
مِنَ الأرْضِ ذَلِك أَوْ تُقَطَّعَ أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ
يُنْفَوْا مِنَ الأ
Artinya: “hanyalah mereka dibunuh atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari
negeri (tempat kediamannya)”
Yaitu, hukuman pidana (sanksi) yang disebutkan di
dalam ayat adalah bervariasi, yang akan ditentukan oleh jaksa atau hakim
pengadilan tertinggi tindak pidana, sesuai tingkat kejahatan dan dampak kerusakan
yang dilakukan oleh tersangka, dan jika diurut dari yang paling tinggi ke yang
paling rendah, adalah sebagai berikut:
- Pidana mati di tiang salib dan menyita semua
harta miliknya
- Pidana potong tangan kanan dan kaki kiri (secara
silang) dan penjara seumur hidup
- Pidana potong tangan kanan dan kaki kiri (secara
silang)
- Pidana potong tangan kanan
- Pidana penjara seumur hidup
- Kebijakan
Formulasi Pidana Mati Untuk Koruptor Dalam Peraturan Perundang-Undangan:
Peraturan perundang-undangan untuk memberantas korupsi
di Indonesia, sudah ada sejak zaman Belanda (dalam KUHP). Dalam perkembangannya
setelah Indonesia merdeka, keluar Peraturan Penguasa Militer No. PRT/
PM/06/1957, Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan
Darat No. PRT/PEPERPU/013/1958,
UU No. 24/Prp/1960, UU No. 3/1971 yang
kemudian. Diganti
dengann UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001. Dilihat
dari sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan untuk memberantas
korupsi di Indonesia itu, awalnya tidak ada pidana mati untuk koruptor. Pidana
mati untuk koruptor baru dimunculkan pada tahun 1999 melalui UU No.
31/1999 untuk menampung aspirasi dan tuntutan masyarakat yang sangat
kuat di era reformasi mengingat semakin maraknya korupsi di Indonesia. Dalam
“Penjelasan Umum” UU No.31/1999 dinyatakan, bahwa ancaman pidana mati itu
diadakan “dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi”.
D.
Hukuman
Bagi Koruptor Menurut Pandangan Islam
Islam membagi Istilah
Korupsi kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah
(pencurian) al gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang
pertama, korupsi dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum
Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga merupakan dosa besar serta
Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa hukuman bagi pelaku suap,
akan tetapi menurut fuqaha bagi pelaku suap-menyuap ancaman hukumanya berupa
hukuman ta’zir (jarimah ta’zir) yang disesuaikan dengan peran
masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan
sesuatu kepada orang penguasa atau pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap
mendapat keuntungan dari itu atau dipermudahkan urusannya. Jika praktek suap
itu dilakuakan dalam ruang lingkup peradilan atau proses penegakkan hukum maka
hal itu merupakan kejahatan yang berat atau sejahat-jahatnya kejahatan. Abu
Wail mengatakan bahwa apabila seorang hakim menerima hadiah, maka berarti dia
telah makan barang haram, dan apabila menerima suap, maka dia sampai pada
kufur. Yang kedua, Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah).
Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan sesuatu
tindakan mengambil hak terhadap orang lain secara tersembunyi.
Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya
mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil
barang milik orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan tanpa
sepengetahuan pemiliknya. Seperti halnya korupsi yang mengambil harta dengan
cara melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya (rakyat/masyarakat). Dalam
syariah ancaman terhadap pelaku sariqah (pencurian) ditentukan dengan jelas
sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Maidah: 38, Allah berfirman:“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan ”Sehubungan dengan hukuman
potong tangan dalam jarimah sariqah (pencurian) terdapat perbedaan pendapat
apakah juga berlaku terhadap korupsi karena berdasarkan hadist Nabi SAW, yang
bersabda: “Tidak dipotong tangan atas penghianatan harta (koruptor ), perampok
dan pencopet”. Yang ketiga, Korupsi dalam dimensi penipuan (al gharar).
Secara tegas berdasarkan sabda Rasulullah saw, Allah mengharamkan surga bagi
orang-orang yang melakukan penipuan. Terlebih penipuan itu dilakukan oleh
seorang pemimpin yang mempecundangi rakyatnya. “Dari Abu Ya’la Ma’qal ibn
Yasar berkata: “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda :” seorang hamba
yang dianugerahi Allah jabatan kepemimpinan, lalu dia menipu rakyatnya; maka
Allah mengharamkannya masuk surga.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Yang keempat, Korupsi dalam dimensi khianat (penghianatan). Bahasa Agama
tentang korupsi yang sebenarnya adalah khianat (penghianatan), khianat
berkecenderungan mengabaikan, menyalahgunakan, dan penyelewengan terhadap
tugas, wewenang dan kepercayaan yang amanahkan kepada dirinya.
Khianat adalah pengingkaran atas amanah yang dibebankan kepada dirinya atau
mengurangi kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipenuhi. Perilaku khianat akan
menyebabkan permusuhan diantara sesama karena orang yang berkhianat selalu
memutar-balikkan fakta, dan juga berakibat terjadinya destruksi baik secara
moral, social maupun secara politik-ekonomi. Islam melarang keras bagi
orang-orang yang beriman terhadap perbuatan khianat baik terhadap Allah, Rasul
serta terhadap sesamanya. Dalam surat Al-Anfal: 27, Allah berfirman:“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad)
dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahuinya”. Dari apa yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya
korupsi (dengan berbagai nama) dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan
yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik,
dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya
(selain had dan ta’zir) adalah neraka jahannam
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam membagi Istilah Korupsi kedalam
beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah (pencurian), al
gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan).
Diantara pengajuan hukuman yang pantas
dan sesuai untuk tindak pidana ini salah satunya adalah pidana mati. Menurutnya korupsi sudah termasuk tindakan yang sangat
kelewat batas. Selain merugikan banyak kalangan, tindakan korupsi juga termasuk
bagian dari tindakan menentang Tuhan. Sehingga tindakan ini dikaitkan dengan
firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 33-34.
Menurut perundang-undangan
indonesia, hukuman pidana mati bagi
koruptor sudah ada sejak zaman belanda (dalam KUHP).
B. Daftar
pustaka
Hanafi,
Ahmad, 1968, Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang : Yogyakarta
Bakry,
Hasbuallah, 1988, Pedoman Islam di Indonesia. Universitas Indonesia :
Jakarta
http://www.google.co.id/
BAB
II
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa
ini korupsi sering menjadi pokok pembicaraan di setiap forum karena negara kita
sudah menyandang predikat terkorup ketiga sedunia. Dengan adanya kasus itu,
banyak pengajuan-pengajuan mengenai hukuman yang pantas bagi tindak pidana korupsi, dimaksudkan supaya
tindak pidana tersebut tidak terulang kembali. Perundang-undangan mengenai
tindak pidana korupsi sudah di anggap remeh oleh sekelompok orang yang
melakukan tindak pidana tersebut.
Dan
diantara pengajuan hukuman yang pantas dan sesuai untuk tindak pidana ini salah
satunya adalah pidana mati.
Menurutnya korupsi sudah termasuk tindakan yang sangat kelewat batas. Selain
merugikan banyak kalangan, tindakan korupsi juga termasuk bagian dari tindakan
menentang Syariat Agama Islam. Sehingga tindakan ini dikaitkan dengan firman
Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 33-34.
Dari
adanya semua kasus di atas, penyusun makalah akan mencoba memaparkan apa itu
korupsi, dan apa kaitanya tindakan korupsi itu dengan ayat yang tadi disebutkan
di atas. Semoga pemaparan penyusun makalah bisa di terima oleh pembaca semua.
Kritik dan saran dari pembaca penyusun terima dengan senang hati.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa
itu korupsi?
b. Hukuman
untuk tindak pidana korupsi menurut perundang-undangan indonesia?
c. Hukuman
untuk tindak pidana korupsi menurut hukum islam?
d. Pantaskah
hukuman mati dijatuhkan pada koruptor?
C. Tujuan
Penulisan
a. Memenuhi
tugas mata kuliah Ayat al Ahkam
b. Mengetahui
apa itu korupsi
c. Hukuman
apa yang sekiranya pantas dijatuhkan bagi pelaku korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
PIDANA
MATI BAGI PELAKU KORUPSI
A. Korupsi
Korupsi bahasa Latin:
corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Islam
membagi istilah Korupsi dalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah
(pencurian), al gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan). bahwasanya korupsi
dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan yang tercela dan
pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik, dzalim, fasik dan
kafir, serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya (selain had dan
ta’zir) adalah neraka jahannam. Rumusan
korupsi menurut perundang- undangan ini ada dua yaitu, tiap perbuatan yang
dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan
orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak
langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Kedua, Tiap perbuatan
yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu
badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan
mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan
kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan
material baginya.
B.
Efektifkah Pidana Mati Bagi Koruptor Republik Indonesia?
Allah berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا
أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ
الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (٣٣)
إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا
عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣٤)
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka
bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar; kecuali orang-orang yang taubat (di antara
mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: 05: 33-34)
Tujuan Penerapan Hukuman Pidana (Sanksi) Bagi Pelaku:
Allah berfirman:
ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي
الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”
Yaitu, hukuman pidana (sanksi) yang diberikan kepada
pelaku kriminal tersebut, untuk menghinakan tindak kejahatannya di dunia, agar
supaya jera dan taubat nasuha, serta berjanji tidak melakukannya lagi. Dan yang
paling penting adalah mencegah orang lain berbuat serupa, karena siksa Allah
akan diperoleh lebih besar di akhirat.
Hukuman Pidana (sanksi) Tertinggi:
Allah berfirman:
أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا
مِنَ الأرْضِ ذَلِك أَوْ تُقَطَّعَ أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ
يُنْفَوْا مِنَ الأ
Artinya: “hanyalah mereka dibunuh atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari
negeri (tempat kediamannya)”
Yaitu, hukuman pidana (sanksi) yang disebutkan di
dalam ayat adalah bervariasi, yang akan ditentukan oleh jaksa atau hakim
pengadilan tertinggi tindak pidana, sesuai tingkat kejahatan dan dampak kerusakan
yang dilakukan oleh tersangka, dan jika diurut dari yang paling tinggi ke yang
paling rendah, adalah sebagai berikut:
- Pidana mati di tiang salib dan menyita semua
harta miliknya
- Pidana potong tangan kanan dan kaki kiri (secara
silang) dan penjara seumur hidup
- Pidana potong tangan kanan dan kaki kiri (secara
silang)
- Pidana potong tangan kanan
- Pidana penjara seumur hidup
- Kebijakan
Formulasi Pidana Mati Untuk Koruptor Dalam Peraturan Perundang-Undangan:
Peraturan perundang-undangan untuk memberantas korupsi
di Indonesia, sudah ada sejak zaman Belanda (dalam KUHP). Dalam perkembangannya
setelah Indonesia merdeka, keluar Peraturan Penguasa Militer No. PRT/
PM/06/1957, Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan
Darat No. PRT/PEPERPU/013/1958,
UU No. 24/Prp/1960, UU No. 3/1971 yang
kemudian. Diganti
dengann UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001. Dilihat
dari sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan untuk memberantas
korupsi di Indonesia itu, awalnya tidak ada pidana mati untuk koruptor. Pidana
mati untuk koruptor baru dimunculkan pada tahun 1999 melalui UU No.
31/1999 untuk menampung aspirasi dan tuntutan masyarakat yang sangat
kuat di era reformasi mengingat semakin maraknya korupsi di Indonesia. Dalam
“Penjelasan Umum” UU No.31/1999 dinyatakan, bahwa ancaman pidana mati itu
diadakan “dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi”.
D.
Hukuman
Bagi Koruptor Menurut Pandangan Islam
Islam membagi Istilah
Korupsi kedalam beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah
(pencurian) al gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang
pertama, korupsi dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum
Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga merupakan dosa besar serta
Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa hukuman bagi pelaku suap,
akan tetapi menurut fuqaha bagi pelaku suap-menyuap ancaman hukumanya berupa
hukuman ta’zir (jarimah ta’zir) yang disesuaikan dengan peran
masing-masing dalam kejahatan. Suap adalah memberikan
sesuatu kepada orang penguasa atau pegawai dengan tujuan supaya yang menyuap
mendapat keuntungan dari itu atau dipermudahkan urusannya. Jika praktek suap
itu dilakuakan dalam ruang lingkup peradilan atau proses penegakkan hukum maka
hal itu merupakan kejahatan yang berat atau sejahat-jahatnya kejahatan. Abu
Wail mengatakan bahwa apabila seorang hakim menerima hadiah, maka berarti dia
telah makan barang haram, dan apabila menerima suap, maka dia sampai pada
kufur. Yang kedua, Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah).
Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan sesuatu
tindakan mengambil hak terhadap orang lain secara tersembunyi.
Sedangkan menurut Abdul Qadir ‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya
mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil
barang milik orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan tanpa
sepengetahuan pemiliknya. Seperti halnya korupsi yang mengambil harta dengan
cara melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya (rakyat/masyarakat). Dalam
syariah ancaman terhadap pelaku sariqah (pencurian) ditentukan dengan jelas
sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Maidah: 38, Allah berfirman:“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan ”Sehubungan dengan hukuman
potong tangan dalam jarimah sariqah (pencurian) terdapat perbedaan pendapat
apakah juga berlaku terhadap korupsi karena berdasarkan hadist Nabi SAW, yang
bersabda: “Tidak dipotong tangan atas penghianatan harta (koruptor ), perampok
dan pencopet”. Yang ketiga, Korupsi dalam dimensi penipuan (al gharar).
Secara tegas berdasarkan sabda Rasulullah saw, Allah mengharamkan surga bagi
orang-orang yang melakukan penipuan. Terlebih penipuan itu dilakukan oleh
seorang pemimpin yang mempecundangi rakyatnya. “Dari Abu Ya’la Ma’qal ibn
Yasar berkata: “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda :” seorang hamba
yang dianugerahi Allah jabatan kepemimpinan, lalu dia menipu rakyatnya; maka
Allah mengharamkannya masuk surga.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Yang keempat, Korupsi dalam dimensi khianat (penghianatan). Bahasa Agama
tentang korupsi yang sebenarnya adalah khianat (penghianatan), khianat
berkecenderungan mengabaikan, menyalahgunakan, dan penyelewengan terhadap
tugas, wewenang dan kepercayaan yang amanahkan kepada dirinya.
Khianat adalah pengingkaran atas amanah yang dibebankan kepada dirinya atau
mengurangi kewajiban-kewajiban yang seharusnya dipenuhi. Perilaku khianat akan
menyebabkan permusuhan diantara sesama karena orang yang berkhianat selalu
memutar-balikkan fakta, dan juga berakibat terjadinya destruksi baik secara
moral, social maupun secara politik-ekonomi. Islam melarang keras bagi
orang-orang yang beriman terhadap perbuatan khianat baik terhadap Allah, Rasul
serta terhadap sesamanya. Dalam surat Al-Anfal: 27, Allah berfirman:“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad)
dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahuinya”. Dari apa yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya
korupsi (dengan berbagai nama) dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan
yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik,
dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya
(selain had dan ta’zir) adalah neraka jahannam
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam membagi Istilah Korupsi kedalam
beberapa Dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah (pencurian), al
gharar (penipuan) dan khianat (penghianatan).
Diantara pengajuan hukuman yang pantas
dan sesuai untuk tindak pidana ini salah satunya adalah pidana mati. Menurutnya korupsi sudah termasuk tindakan yang sangat
kelewat batas. Selain merugikan banyak kalangan, tindakan korupsi juga termasuk
bagian dari tindakan menentang Tuhan. Sehingga tindakan ini dikaitkan dengan
firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 33-34.
Menurut perundang-undangan
indonesia, hukuman pidana mati bagi
koruptor sudah ada sejak zaman belanda (dalam KUHP).
B. Daftar
pustaka
Hanafi,
Ahmad, 1968, Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang : Yogyakarta
Bakry,
Hasbuallah, 1988, Pedoman Islam di Indonesia. Universitas Indonesia :
Jakarta
http://www.google.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar